Segala puji
hanyalah milik Allah semata. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad yang tidak
ada lagi Nabi setelahnya, kepada keluarga, para sahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan. Amma ba’du:
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah
wal Ifta’ (Komisi
Fatwa di Saudi Arabia, pen) telah disodorkan beberapa pertanyaan mengenai
permasalah yang tersebar di berbagai negeri yaitu dakwah penyatuan agama:
Islam, Yahudi dan Nashrani. Dari pemikiran ini muncul pendapat tentang bolehnya
membangun masjid kaum muslimin, gereja Nashrani dan tempat ibadah Yahudi dalam
satu area secara bergandengan. Dakwah penyatuan agama ini juga membolehkan
penerbitan tiga kitab (berisi Al Quran, Taurat dan Injil) sekaligus dalam satu
cover. Masih banyak dampak dari dakwah ini dengan adanya perkumpulan dan
berbagai pertemuan di belahan dunia barat dan timur.
Jawaban:
Pertama: Di antara keyakinan pokok dalam Islam yang
sudah pasti diketahui dan telah disepakati oleh seluruh (ulama) kaum muslimin (baca:
ijma’) bahwa tidak ada di muka bumi ini agama yang paling benar selain agama
Islam. Agama ini adalah penutup seluruh agama. Agama ini menghapus seluruh
ajaran agama-agama sebelumnya. Tidak lagi tersisa di muka bumi yang menyembah
Allah dengan benar selain agama Islam. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imron:
19)
“Pada hari
ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS.
Al Maidah: 3)
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
(QS. Ali Imran: 85)
Yang
dimaksud dengan Islam setelah diutusnya Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah ajaran yang dibawa oleh beliau dan bukan
yang dimaksud dengan ajaran selainnya.
Keyakinan
pokok dalam Islam . . . bahwa tidak ada di muka bumi ini agama yang paling
benar selain agama Islam.
Kedua: Yang juga termasuk pokok aqidah Islam yaitu
Kitabullah (Al Qur’an Al Karim) adalah kitab terakhir yang diturunkan oleh
Allah, Rabb semesta alam. Al Qur’an adalah penghapus kitab Taurat, Zabur, Injil
dan seluruh kitab yang diturunkan sebelumnya. Al Qur’an adalah sebagai hakim
(ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam
kitab-kitab sebelumnya, pen). Tidak ada satu pun kitab yang diturunkan saat ini
yang memberi petunjuk untuk beribadah pada Allah dengan benar selain Al Qur’an
Al Karim. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami
telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai hakim
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al Maidah:
48)
Ketiga: Seorang muslim wajib mengimani bahwa taurat
dan injil telah dihapus dengan Al Qur’an Al Karim Perlu diketahui bahwa Taurat
dan injil telah mengalami penyelewengan, penggantian, penambahan dan
pengurangan sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam Al Qur’an Al Karim. Di
antaranya kita dapat melihat pada ayat,
“(Tetapi)
karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati
mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari
tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka
telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat
kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak
berkhianat).” (QS. Al Maidah: 13)
“Maka
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan
mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk
memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan
kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Al Baqarah: 79)
“Sesungguhnya
di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab,
supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia
bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari
sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap
Allah sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imron: 78)
Oleh karena
itu, setiap ajaran yang benar yang ada dalam kitab-kitab sebelum Al Qur’an,
maka ajaran Islam sudah menghapusnya (menaskh-nya). Selain ajaran yang benar
tersebut berarti telah mengalami penyelewengan dan penggantian. Ada riwayat
yang shahih yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah marah ketika Umar bin Al Khattab
radhiyallahu ‘anhu melihat-lihat lembaran taurat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Apakah dalam
hatimu ada keraguan, wahai Ibnul Khottob? Apakah dalam taurat (kitab Nabi Musa,
pen) terdapat ajaran yang masih putih bersih?! (Ketahuilah), seandainya
saudaraku Musa hidup, beliau tetap harus mengikuti (ajaran)ku.”
(HR. Ahmad, Ad Darimi dan selainnya)
•
HR. Ahmad (3/387), Ad Darimi dalam Al Muqoddimah (1/115-116), Al Bazzar dalam
Kasyful Astar (1/78-79) no. 124, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah (1/27) no. 50,
Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’
Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih (Bab Menelaah Kitab Ahli Kitab dan Riwayat
dari Mereka) 1/24.
Seorang
muslim wajib mengimani bahwa taurat dan injil telah dihapus dengan Al Qur’an Al
Karim . . . bahwa Taurat dan injil telah mengalami penyelewengan,
penggantian, penambahan dan pengurangan
Keempat: Di antara keyakinan pokok dalam Islam yaitu
nabi dan rasul kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi dan rasul. Sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,
“Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)
Oleh karena
itu, tidak ada rasul yang wajib diikuti selain Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seandainya ada salah satu Nabi dan Rasul Allah hidup ketika Nabi diutus, maka
ia pun harus mengikuti beliau. Nabi tersebut diharuskan mengikuti beliau,
sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil
perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa
kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa
yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan
menolongnya“. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku
terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman:
“Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama
kamu”. ” (QS. Ali Imran: 81)
Begitu pun
dengan Nabiyullah ‘Isa ‘alaihis
salam. Ketika beliau turun kembali di akhir zaman, beliau akan
mengikuti Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam dan akan berhukum dengan syari’at nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala
berfirman,
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi
yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang
mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Al A’raf: 157)
Begitu pula
yang termasuk pokok keyakinan dalam Islam yaitu diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah umum untuk seluruh manusia. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan
kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
(QS. Saba’: 28)
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu semua.” (QS. Al A’raf: 158) Dan masih
banyak ayat lainnya yang serupa dengan ini.
Kelima: Di antara ajaran pokok dalam agama ini
adalah wajib diyakini bahwa setiap orang yang tidak masuk Islam baik Yahudi,
Nashrani dan lainnya, maka mereka itu kafir. Penamaan kafir pada mereka adalah
setelah datang penjelasan (hujjah) pada mereka. Mereka adalah musuh Allah dan
Rasulullah serta musuh orang-orang beriman. Mereka nantinya termasuk penghuni
neraka. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan
orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan
(agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.” (QS. Al
Bayyinah: 1).
Begitu pula
Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni
ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka
kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS.
Al Bayyinah: 6)
Allah Ta’ala
juga berfirman,
“Dan Al Quran
ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan
kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).” (QS. Al
An’am: 19)
“(Al Quran)
ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi
peringatan dengan-Nya.” (QS. Ibrahim: 52)
Ada sebuah
riwayat dalam Shahih Muslim, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi jiwa
Muhammad yang berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang pun dari umat ini (yaitu
Yahudi dan Nashrani), lalu ia mati dalam keadaan tidak beriman pada wahyu yang
aku diutus dengannya, kecuali ia pasti termasuk penduduk neraka.”
Oleh karena
itu, siapa saja yang tidak mengkafirkan Yahudi dan Nashrani, maka ia juga ikut
kafir. Hal ini berdasarkan kaedah syar’iyah,
“Barangsiapa
yang tidak mengkafirkan orang kafir setelah ditegakkan hujjah (penjelasan)
baginya, maka ia kafir.”
Di
antara ajaran pokok dalam agama ini adalah wajib diyakini bahwa setiap orang
yang tidak masuk Islam baik Yahudi, Nashrani dan lainnya, maka mereka itu
kafir.
Keenam: Setelah mengedepankan pokok-pokok keyakinan
seorang muslim di atas, maka dakwah penyatuan agama dan pendekatan agama (lebih
dikenal dengan pluralisme agama, pen) adalah dakwah yang menyesatkan. Tujuan
dari dakwah semacam ini adalah ingin mencampurkan al Haq (kebenaran) dan
kebatilan, serta menghancurkan Islam dan pondasinya. Perbuatan semacam ini sama
saja ingin mengajak seseorang murtad secara total. Hal ini dibenarkan dengan
firman Allah Ta’ala,
“Mereka tidak
henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari
agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.” (QS. Al
Baqarah: 217)
Mereka ingin
supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu
menjadi sama (dengan mereka).” (QS. An
Nisa’: 89)
Dakwah
pluralisme agama adalah dakwah yang menyesatkan. . . mencampurkan al Haq
(kebenaran) dan kebatilan, serta menghancurkan Islam dan pondasinya. . . sama
saja ingin mengajak seseorang murtad secara total.
Ketujuh: Dampak dari dakwah yang menyesatkan ini
adalah meniadakan perbedaan antara Islam dan kekafiran, kebenaran dan
kebatilan, perbuatan baik dan kemungkaran, serta menghancurkan perbedaan antara
muslim dan kafir. Dakwah ini akan meniadakan keyakinan wala’ (loyal) dan bara’
(benci) dan akan meniadakan berbagai jihad dan peperangan untuk meninggikan
kalimat Allah di muka bumi ini. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
“Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan
RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu
orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At
Taubah: 29)
Begitu pula
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At Taubah: 36)
Dalam ayat
lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena)
mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS.
Ali Imran: 118)
Dakwah
pluralisme Agama akan meniadakan keyakinan wala’ (loyal) dan bara’ (benci) dan
akan meniadakan berbagai jihad dan peperangan untuk meninggikan kalimat Allah
di muka bumi ini.
Kedelapan: Sesungguhnya dakwah penyatuan agama (lebih
dekat dengan istilah: pluralisme agama, pen) jika ini muncul dari seorang
muslim, maka ini adalah suatu bentuk kemurtadan dari agama Islam dengan sangat
nyata karena dakwah ini dapat betul-betul menggoyahkan keyakinan seorang
muslim. Sunguh, dakwah ini telah meridhai kekufuran pada Allah, membatalkan
kebenaran Al Qur’an, menghapus ajaran syari’at dan agama sebelum Islam. Dari
sini kita dapat menilai bahwa pemahaman ini tertolak mentah-mentah secara
syar’i. Pemikiran semacam ini pun diharamkan secara pasti dengan berbagai dalil
syar’i, baik Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ (konsensus ulama kaum muslimin).
Kesembilan: Berdasarkan pemaparan yang telah lewat, maka
kami katakan,
- Bagi seorang muslim yang meyakini bahwa
Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai nabi dan Rasulnya, tidak boleh mengajak, mendorong dan menunjuki
pada pemikiran sesat semacam ini di tengah-tengah kaum muslimin. Bahkan
seseorang tidak boleh menerima dakwah ini, mengikuti muktamar, perkumpulan
atau menyebarkan dakwah semacam ini.
- Tidak boleh bagi seorang muslim
menerbitkan Taurat dan Injil secara bersendirian. Lebih-lebih lagi jika
keduanya dicetak dalam satu sampul bersama Al Qur’anul Al Karim?
Barangsiapa yang melakukan hal ini atau menyeru padanya, maka ia berarti
telah berada dalam kesesatan yang nyata karena ia telah mencampur adukkan
antara al Haq (kebenaran) yang ada pada Al Qur’anul Karim dengan kitab
yang telah mengalami penyelewengan atau kebenarannya telah dimansukh
(dihapus) yaitu pada Taurat dan Injil
- Sebagaimana pula tidak boleh seorang
muslim menerima ajakan untuk membangun masjid, gereja, dan tempat ibadah
lainnya dalam satu area secara berdampingan karena hal ini sama saja
mengakui ajaran agama selain Islam yang menyembah Allah tetapi bukan lewat
jalan Islam dan ini sama saja mengingkari kebenaran agama Islam atas
agama-agama lainnya.
Sedangkan
dakwah yang mengajak pada penyatuan tiga agama (Islam, Yahudi dan Nashrani) dan
menyatakan bahwa siapa saja boleh beragama dengan salah satu dari tiga agama tersebut,
juga menyatakan bahwa ketiga-tiganya itu sama-sama benarnya, dan Islam sendiri
tidak menghapus agama-agama sebelumnya, maka tidak diragukan lagi bahwa
mengakui dan meyakini atau ridha pada ajaran semacam ini adalah suatu kekafiran
dan kesesatan. Alasannya, karena hal ini telah menyelisihi banyak ayat Al
Qur’anul Karim yang begitu tegas, menyelisihi As Sunnah yang suci, dan Ijma’
(konsensus) ulama kaum muslimin.
Termasuk
kesesatan jika ada yang menyandarkan penyelewengan Yahudi dan Nashrani pada Allah,
-Maha Suci Allah dari hal ini-. Contohnya, menyebut gereja dan tempat ibadah
mereka dengan baitullah (rumah Allah) atau menganggap bahwa orang yang
beribadah di tempat tersebut adalah orang yang menyembah Allah dan ibadahnya
itu diterima di sisi Allah. Ini semua jelas tidak dibolehkan. Karena ibadah
yang mereka lakukan bukan menempuh jalan Islam. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Bahkan kita
katakan bahwa tempat ibadah mereka adalah tempat ibadah yang di dalamnya
terdapat perbuatan kufur pada Allah, sedangkan kita meminta perlindungan pada
Allah dari kekufuran dan pelakunya.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam
Majmu’ Al Fatawa (22/162) mengatakan, “Tempat
ibadah Yahudi dan gereja Nashrani sama sekali bukanlah rumah Allah (baitullah).
Yang termasuk rumah Allah hanyalah masjid. Tempat ibadah mereka adalah tempat
yang berlangsung kekufuran pada Allah, walaupun mereka berdzikir di dalamnya.
Yang namanya tempat ibadah adalah tergantung orang yang beribadah di dalamnya.
Orang yang beribadah dalam gereja atau rumah ibadah tersebut adalah orang-orang
kafir. Maka lebih pantas disebut tempat ibadah orang kafir.”
“Tempat ibadah Yahudi dan gereja Nashrani sama
sekali bukanlah rumah Allah (baitullah). Yang termasuk rumah Allah hanyalah
masjid. . .
Kesepuluh: Yang harus diketahui bahwa mendakwahi orang
kafir secara umum dan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) secara khusus adalah
kewajiban kaum muslimin berdasarkan dalil tegas dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Namun hal ini dilakukan dengan memberikan penjelasan dan saling berargumen
dengan cara yang baik, tidak sampai mengorbankan ajaran Islam. Jalan ini
ditempuh agar mereka bisa tunduk dan masuk Islam atau sebagai hujjah bagi
mereka. Dari sini, celakalah siapa saja yang enggan mengambil petunjuk dan
selamatlah yang benar-benar mengikuti petunjuk.
Allah Ta’ala
berfirman, “Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. Ali Imran: 64)
Namun
apabila berargumen, mengadakan diskusi dan debat dengan mereka dilakukan agar
kaum muslimin bisa mengikuti kemauan dan maksud mereka sehingga membatalkan
ikatan Islam dan Iman seseorang, maka ini adalah suatu kebatilan. Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang beriman sungguh mencela sikap semacam ini. Semoga
Allah melindungi kita dari apa yang mereka perbuat.
Allah Ta’ala
berfirman,
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu.” (QS. Al Maidah: 49)
Mendakwahi
orang kafir secara umum dan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) secara khusus
adalah kewajiban kaum muslimin berdasarkan dalil tegas dari Al Qur’an dan As
Sunnah.
Al Lajnah Ad
Daimah telah menetapkan beberapa hal
yang telah disebutkan sebagai peringatan untuk setiap muslim. Ini adalah
nasehat untuk kaum muslimin secara umum dan orang yang berilmu secara khusus
agar mereka selalu bertakwa pada Allah, merasa selalu diawasi oleh-Nya, dan
berusaha memperjuangkan Islam dan melindungi aqidah kaum muslimin dari berbagai
kesesatan, ajakan kesesatan, kekufuran dan pelakunya. Mereka pun hendaklah
memerintahkan kaum muslimin untuk berhati-hati dengan ajaran kekufuran dan
sesat yaitu ajaran yang mengajak pada penyatuan agama, jangan sampai terikat
dengan jaring-jaringnya.
Kami memohon
perlindungan pada Allah agar setiap muslim terselematkan dari berbagai
kesesatan yang hadir dan tersebar di negeri-negeri kaum muslimin.
Kami memohon
pada Allah dengan nama-nama-Nya yang husna (terbaik), dan sifat-Nya yang mulia
agar melindungi seluruh kaum muslimin dari berbagai kesesatan dan fitnah
(musibah). Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang mendapat petunjuk.
Semoga Allah melindungi umat ini dengan memberi petunjuk dan cahaya iman sampai
kita bertemu dengan Rabb kita dalam keadaan Dia ridha.
Wa billahit
taufiq, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para
sahabatnya.
Yang
menandatangani fatwa ini:
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah
wal Ifta’ (Komisi Tetap Riset Ilmiyyah dan
Fatwa Saudi Arabia)
Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin
Baz
Wakil Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh
Anggota: Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Sholih
Al Fauzan.
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al
‘Ilmiyah wal Ifta’ no. 19402, 12/275-284, Darul Ifta’
*Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal.
*Sumber: www.muslim.or.id
(PurWD/voa-islam.com)
0 komentar:
Posting Komentar