skip to main |
skip to sidebar
AWAL SEKOLAHKU
Masa yang paling indah ialah masa kanak-kanak, dan
remaja ( sekolahan )ditengah masyarakat begitulah ucapan yang sering kita
dengar dari mulut kemulut ditengah masyarakat kebanyakan, yaa meskipun itu
tidak semua terbukti kebenarannya.apalagi kalau masa kanak-kanak kita berada
dilingkungan orang tua yang serba ada, harta banyak, dan orang tua kerja
sebagai pegawai,gaji dan penghasilan perbulan diatas lima jutaan, mungkin
kanak-kanak yang seperti inilah yang mendapati masa kanak-kanak masa yang
menyenangkan dan membahagiakan, namun lain halnya dengan seorang anak yang
lahir ditengah keluarga yang mata pencahariannya hanyalah sebagai petani, yang
makan sehari-hari dicari satu hari habis satu hari, ibarat seekor burung yang
mendapatkan hari ini makanan lalu dia berikan untuk anaknya, tapi ia tidak
terpikir apa yang akan dimakan besoknya.
Begitulah perjalanan hidup seorang anak petani pada
umumnya diantara sekian banyak anak petani tersebut adalah firdaus bin musa,
yang dilahirkan dari keluarga yang latar belakang pendidikan orang tuanya
adalah SD tepatnya di dusun batuang bajawek, sungai kalu II kecamatan koto
parik gadang diateh yang kabupatennya kini sudah memisahkan diri dari kabupaten
solok menjadi kabupaten solok selatan, kalau dulu sekolah orang tuanya itu
bukan SD namanya akan tetapi SR (sekolah rakyat) sekarang sederajat SD. Dalam
kehidupan sehariannya ia dipanggil Daus ,anak dari Munir Malin Sati (Al-Marhum,
2004 M ) kalau dipendek cukup Musa, karena itu dibelakang namanya Firdaus
dipakai Musa.sedangkan ibunya bernama Asni, masa kanak-kanak Firdaus belum ada
yang namanya TK, maklum kampung Firdaus bisa dikatakan kampung yang terisolir
pada saat itu, masa kanak-kanaknya dihabiskan bermain dengan teman sebayanya
sekalipun itu hanya dua orang saja pada saat itu yang sebaya namanya Andi yang
nama lengkapnya Mardison dan Eri, ya seperti kebiasaan dikampung firdaus kalau
ada nama orang yang andi maka sering di awal namanya dipakai kata si termasuk
panggilan buat andi menjadi si Andi dan si Eri.
Masa anak-anak daus dikampungnya baru mempunyai tiga
Tv, itupun orang yang punya warung guna untuk menarik pembeli agar banyak orang
yang mengunjunginya, dan tidak jarang daus juga menghabiskan waktu bermainnya
di warung tersebut. Setelah usia 7 tahun dauspun disekolahkan oleh orang tuanya
ke sekolah dasar negeri 42 sungai manau, sekarang sudah berganti nama sekolah
dasar negeri 12 sungai manau, dari 12 orang teman-teman firdaus yang sama-sama
mendaftar sebagai murid sekolah dasar dialah yang paling kecil dan pendek
badannya( 125 cm), mula-mula orang tua laki-laki daus ragu mengantarkannya
kesekolah dasar selain badan dan ukuran tubuh daus yang kecil daus masih di
anggap anak yang belum bisa dibiarkan ditempat keramaian, namun atas dorongan
kakak daus iapun dibolehkan oleh ibunya sekolah dan pada saat dia mendaftar dia
berikan pertanyaan oleh guru yang pertanyaannya” berapa kakai ayam? Berapa
jumlah kaki meja?berapa jumlah jari tangan dan kaki semua? Terakhir disuruh
melingkarkan tangan kanan ketelinga sebelah kiri sesuai dengan persyaratan itu
apa yang ditanya oleh guru semua mampu dijawab oleh daus, ya sekalipun dia
berfikir lama baru bisa menjawabnya. Ini tepatnya ia lakukan pada hari jum’at
sekitar bulan maret 1995, sepulang dari mendaftar diapun ditanya oleh emaknya
“daus apa yang ditanya guru disekolah tadi? Dijawabnya tadi ibu tanya berapa
jumlah kaki ayam?, berapa jumlah kaki meja? Dan berapa jumlah jari kaki dan
tangan semua? terkahir disuruh begini. Sambil memperlihatkan gerakan tangan
kanan melingkar ketelinga kiri.terus bagaimana bisa nggak dijawab (lai dapek
jawabannyo)” dijawab daus dapatlah (lai lah ) kan sudah diajarkan sama uda (kakak
laki-laki ), kalau begitu gantilah pakaian dan jangan lupa makan.Ya mak jawab
daus iapun langsung masuk rumah.
Setelah tiga minggu dari hari pendaftaran diapun mulai
sekolah sambil menyandang tas baru, pakai sepatu baru, baju baru pokoknya
hampir serba baru, Cuma satu yang tidak baru yaitu tampangnya, tampangnya masih
tampang lama, diawal dia sekolah diajarkan oleh gurunya cara menulis angka,
mula-mula angka satu saja lima baris dan terus
angka lima baris sampai angka lima. Dia menyimak apa yang disampaikan oleh
guru tapi sekali-kali ia melirik kepintu untuk lihat ayahnya apa masih ada
beridiri atau tidak, maklum karena masih baru ia canggung kalau tidak ditemani
oleh ayahnya, tapi itu hanya beberapa hari saja besoknya dia tidak lagi seperti
awal sekolah yang patuh dan sering melihat kepintu, tapi sekarang dia pula yang
berlari-lari pada saat guru sedang menerangkan ya sekalipun banyak
teman-temannya juga berbuat hal yang sama karena sebelumnya ia tidak tahu
bagaimana belajar itu ?
BELAJAR MANDIRI
Banyak sedikit daus sudah bisa berhitung dan mengenal
huruf latin ini semua berkat ketekunan gurunya mengajarkan dan membimbing
dengan sabar. Sekaligus juga berkat perubahan dari perangai daus yang semula
banyak mainnya ketimbang memperhatikan guru mengajar sekarang sudah mulai
berkurang dan ia termasuk anak yang rajin datang kesekolah, tapi sayang pemalas
mandi menjelang pergi kesekolah. hari demi hari peningkatan pun mulai dirasakan
oleh daus, tanpa terasa ujian naik kekelas duapun akan dilaksanakan sekalipun
nilai pada semester satunya dua yang merah, tidak menyulutkan semangatnya untuk
belajar kendatipun demikian ia masih terbawa arus huru-hara bersama temannya
dirumah sepulang dari sekolah, baik bermain layang-layang, memancing belut dan
menonton.
Daus ini merupakan anak kelima dari enam bersaudara
dibawahnya masih ada seorang adik laki-laki namanya safar, kakak yang lain
bernama marlis, ramadhan, samsidar dan yang paling tua hasan basri, namun
anehnya panggilannya buyuang, barang karena anak kesayangan maka panggilannya
buyuang, biasanya panggilan buyuang untuk anak laki-laki yang disayang pada masa
itu, kebiasaan daus pulang sekolah
adalah sering tidak ingat PR untuk besoknya, padahal gurunya hampir tiap hari
memberikan PR dan wajarlah hampir tiap hari ia berdiri didepan kelas sambil
mengangkat kaki sebelah seperti itik tidur sambil berdiri, tapi anehnya ia
tidak pernah jera, karena teman yang lain juga banyak yang tidak buat PR, waktu
memang singkat kini diapun telah kelas empat SD, kelas empat SD dia sudah mulai
tahu diri, setidaknya itu dibuktikan ketika orang tuanya sakit-sakitan,
kakaknya tidak ada yang dirumah uang jajan jarang dikasih, padahal sebelumnya
tiap hari dia selalu dikasih uang jajan seratus rupiah perhari, kalaupun lebih
Cuma pada hari jum’at kira-kira lima ratus rupiah, tidak jarang juga sering
dikasih temannya jajan ya maklum anak petani miskin yang kini orang tuanya
sakit-sakitan.
pada saat itu badannya belum jauh berubah sejak awalnya dia masuk sekolah
(pendek dan kecil ) padahal usianya sudah 10 tahun, karena itu ia kini berniat
menawarkan diri untuk menjual jagung yang direndang tetangganya kemudian dijual
kesekolah, dengan perhitungan kalau habis lima puluh buah maka buat daus 500
uangnya, pada saat itu harga satu bungkus jagung tersebut masih 50 rupiah, itu
tidak jadi masalah baginya malahan ia lebih senang karena biasanya Cuma pada
hari jum’at saja yang jajannya 500 rupiah, namun apa yang dipikirkan tidak
seperti kenyataan, mungkin karena badannya yang kecil ada-ada saja kakak
kelasnya yang mengganggu , katanya membeli jagung dagangan firdaus setelah dia
makan, tidak dia bayar untuk menutupi kekurangan jagung tersebut agar tidak
diketahui tetangganya yang punya jagung ia bilang saja kalau jagung tersebut di
makan sendiri padahal dia berusaha untuk tidak memakannya.besoknya dia coba
menghindar-hindar dari kakak kelasnya agar tidak lagi diperlakukan seperti
kemaren-kemaren, itu berlangsung sampai akan naik kelas lima, karena ketika
akan naik kelas ia berhenti berdagang dengan alasan fokus belajar untuk ujian
naik kelas selain itu dia sudah malu menjinjing barang dagangan kemana-mana ,
maka atas dorongan tersebut iapun menghentikan aktivitas jual jagung rendang .
Apa yang yang selama ini tidak terbayangkan hadir
didepan matanya “kakak kelas yang dulu pernah mengambil jagungnya bertemu
dengannya dikelas lima, rupanya kakak kelas tersebut tinggal kelas , ia
dihantui rasa takut, karena semua teman-temannya tahu dialah anak yang suka
berbuat semena-mena terhadap teman yang lain, rupanya apa yang ia takutkan
terjadi juga selama dengan kakak kelasnya tersebut ia selalu dibawah tekanan ,
disuruh sana, disuruh kesini salah satu perintahnya adalah mengambil duri bunga
Ros, lalu langsung diletakkan di kursi perempuan, kalau tidak diikuti diancam
apa boleh buat iapun melakukannya, tidak beberapa lama setelah teman-teman
masuk kelas ada diantara mereka tidak melihat ketempat duduknya termasuk
perempuan akhirnnya apa yang terjadi , tadinya masuk kelas hati gembira
bertukar menjadi tangis .
Kenapa tidak? karena duri yang diletakkan daus diatas kursi tadi menusuk
pinggul bahasa kasarnya pantat teman perempuan tersebut, itu berlangsung
beberapa hari. Kalau ini dilakukan kakak kelasnya akan berlaku jahat sama daus,
Pernah suatu saat daus tidak mengikuti perintah kakak kelasnya sepulang dari
sekolah daus ditunggu ditempat yang sepi (kebun karet ) , setelah itu
diperintahkan teman-teman yang lain menghajar daus, sampai akhirnya dauspun
membawa air mata yang beruraian pulang, daus selalu dibawah tekanan sampai
lulus ujian, dan betapa senangnya daus lulus dari tekanan setelah lulusnya dari
sekolah dasar. Dan kini orang tua daus mulai berfikir jauh kemana anaknya akan
disambung sekolah, padahal untuk melanjutkan sekolah butuh uang yang tidak
sedikit, ketika sang ayah berbicara dengan ibunya bagaimana solusi untuk
menyambung sekolah daus, dauspun mendengar pembicaraan kedua orang tuanya. Hati dauspun
bertanya-tanya apakah dia akan menyambung atau tidak melihat penghasilan orang
tuanya yang jelas-jelas dibawah standar, apakah allah masih memberi kesempatan
untuk melanjutkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi lagi, rupanya tidak
lama dari pembicaraan kedua orang tua daus terdengar kesimpulan bahwa daus akan
melanjutkan sekolah lagi tetapi sekolahnya kemana itu belum ada kejelasan yang
lebih rinci, namun hati daus tetap gembira yang tiada tara ini terbukti dari
pancaa raut wajahnya yang merah merona lagi berseri-seri seiring dengan senyum
dan tawa dibibirnya, dibalik keceriannya ia kemudian terhenti dari tawa
bersampul senyum, ia kemudian berfikir lagi bahwa dari kesimpulan dari
musyawarah orang tua daus akan dilanjutkan sekolahnya akan tetapi belum ada
tempat yang akan dijadikan tempat menimba ilmu kelak setelah ijazah telah ditangan, beberapa menit kemudian dia
dipaggil ayahnya, daus saya telah bicara tadi dengan ibumu, kami sepakat bahwa
kamu musti dilanjtkan sekolahnya sekalipun kami harus banting tulang lebih dari
biasanya, dauspun senang tiada terkira karena langsung dari mulut ayahnya
keluar bahwa dia akan dilanjutkan sekolah lagi, bagaimana kalau kamu sekolahnya
disurian saja tempat anak mak aciak ang( kamu) sekolah (mak aciak yang dimaksud
saudara kandung ibu), seperti dibilang mak aciak ang waktu pergi ke Sapan Batu
sekolah disana lumayan bagus meskipun statusnya swasta, barang kali sekolah itu
tepat buat kamu dan cocok dengan keinginanamu selain jaraknya tidak jauh dari
rumah ada beberapa tempat yang mungkin kamu bisa menimba ilmu juga disana yaitu
di Surau gadang tempat
angku paqiah
belajar kitab kuniang dan banyak lagi yang lain, setelah beberapa
hari setelah pembicaraan itu dauspun diantar oleh ayahnya kesekolah yang
dimaksud untuk melamar jadi siswa baru tersebut tidak disangka dauspun diterima
setelah melalui beberapa macam tes dan persyaratan, sekarang kegembiraan
dauspun telah muncul kembali dengan diterimanya dia sebagai salah satu siswa yang
diterima disekolah yang menurut kepala sekolah
tersebut, sekolah ini terletak dijantung ibukota surian, dalam meniti bangku
pendidikan tsanawiyyah banyak tantangan
yang dihadapi oleh daus, bahkan tantangan itu tidak jauh berbeda di masa
sekolah dasar yakni ejekan dari teman-teman, di ajak berantam kontan saja daus
tidak mau karena teman tersebut jauh lebih besar dari firdaus, daus lebih
memilih tidak mengikuti ajakannya untuk berantam, namun ejeken itu terus
menerus di lakukan oleh teman tersebut, kesabaran dauspun tidak dapat dibendung
lagi akhirnya terjadi perkelahian, rupanya lawan daus punya kebiasaan dalam
berkelahi yakni menggigit, termasuk pada perkelahian itu daus digigitnya hingga
berdarah, kebetulan yang digigit pada saat itu ialah dada daus sehingga tidak
tampak oleh guru kelas pada saat itu bekas gigitannya didada bagian kiri, namun
darah dari gigitan itu menembus baju, padahal gigitan itu masih berbekas sampai
buku biografi ini di tulis
dan tidak selepas dari gigitan itu buru-buru teman yang lain melerai, rupanya
perkelahian itu tidak cukup sampai disitu, musuh daus itu merasa tidak puas,
maka ejekannya terus berlanjut untuk memancing permusuhan dan ujung-ujungnya
perkelahian lagi, kali ini daus benar-benar berusaha mengendalikan emosinya agar
tidak terjadi lagi perkelahian, selain tidak ingin dianggap sebagai anak yang
nakal oleh guru dauspun merasa trauma digigit olehnya, lama kelamaan ejekan
teman daus itu hilang dengan sendirinya mungkin dia menganggap daus sudah takut
sama dia, atau mungkin sudah bosan kali.
Dalam mencicipi bangku pendidikan daus tinggal dikos, pernah suatu
malam kebetulan pada malam itu didekat kos daus ada pohon asam yang berbuah,
maka yang namanya teman tidak semua yang kerjanya baik, timbul pikiran dari
salah seorang teman daus, bagaimana kalau malam ini kita mengambil buah asam
tetangga, dari pada kumpul tidak ada yang dimakan nich bilangnya, itu ide bagus
teman yang lain menambahkan, ya…ya…ya saya setuju, kakak senior kos saya yang
mengetuai, satu diantara kita memanjat dan yang lain melihat orang yang lewat,
rupanya teman yang sama-sama baru masuk sekolah yang tukang manjat asam itu,
karena dia terbilang pandai memanjat, lalu aksipun dilakukan setibanya teman
daus itu diatas pohon asam, dia memasukkan asam yang sudah dipetiknya kedalam
baju, karena kalau dijatuhkan akan kedengaran bunyinya, setelah penuh
sekeliling bajunya baru dia turun dan masuk dalam kamar kos, baru saja tiba
dipintu kamar kos teman-teman sudah pada berebutan mengambil asam yang masih di
dalam bajunya, kontan saja baju itu robek yang lucunya lagi ia yang memanjat
tidak dapat satupun, akhirnya kakak senior yang mengetuai aksi ini memberikan
padanya satu buah, begitulah kerjaan teman-teman daus pada malam itu.
Semasa daus sekolah di tsanawiyyah setiap minggunya dia pulang kampung,
dan terkadang tidak, karena kalau pulang kampung terus-terusan ia merasa orang
kampung akan berpandangan lain, setiap minggunya pulang lagi-lgi jemput uang,
pasti ngutang lagi, begitulah pikiran daus pada masa itu, lalu bagaimana dengan
perbekalan daus? Kebetulan ada dunsanak
daus yang aktivitasnya tiap hari berdagang, maka uang belanja dan perbekalan
daus dititipkan saja padanya, pulang sekolah daus menjemputnya kepasar,
kebetulan jarak pasar dari sekolah lebih kurang lima ratus meter, bahkan jamaah
sholat zhuhurpun banyak yang sholat di mesjid raya dekat sekolah daus, kadang
dunsanak daus itu juga memberikan perbekalan mingguan itu, daus terkadang
merasa malu terus-terusan dikasihnya, daus paling tidak suka dianggap peminta,
bahkan dia rela menahan lapar atau mengutang ketimbang meminta kecuali meminta sama orang tua, begitulah
cara daus memperoleh perbekalan bahan sembako selama tiga tahun di sekolah
tsanawiyyah.
Masih berada disekolah itu daus pernah mengikuti hakyng (jalan-jalan
kebukit sebutan bukit itu aia malanca tepatnya di ladang padi nama daerahnya)
disitu daus dan teman-teman berekreasi menghabiskan hari minggunya,pulang dari
tempat tu ada teman daus yang sakit mungkin karena terlalu letih, besok harinya
seusai dari hakyng daus dan teman-teman kembali sekolah, sebelum guru masuk
teman-teman saling cerita tentang pengalaman dalam pendakian bukit aia malanca,
yang terkadang ceritanya itu membuat yang tidak ikut jadi penasaran.
Tidak lama kemudian gurupun datang pelajaran pagi itu sejarah, setelah
pelajaran pertama usai daus dan teman-teman keluar istirahat, sebenarnya belum
waktunya istirahat akan tetapi karena guru yang mengajar pada jam kedua belum
datang maka daus dan teman-temanya keluar untuk menghilangkan rasa jenuh dalam
lokal, setelah hilang rasa jenuh kemudian dauspun masuk kembali dan juga
sebagan teman-teman yang kekedais membeli makanan ringan, rupanya sudah jam 09.20
guru yang mengajar belum juga datang, lalu ada usul teman-teman bagaiaman kalau
lita catat saja dulu pelajaran yang diajarkan biasanya, bukankah kalau guru
qur'an hadits itu datang dia juga mencatatkan dulu, kita tidak mungkin berharap
terus pada guru, karena kita tahu bahwa ekolah kita ii swasta alias bukan
negeri, jadi wajar guru sering tidak masuk sebab gajinya tidak memuaskan,
lalu dijemputlah buku pegangan yang biasa dipakai guru tersebut kekantor oleh
daus, kebetulan yang jadi ketua kelas pada masa itu dia, sekitar lima halaman
baru dicatat dipapan tulis teman-teman sudah pada minta pulang.
Maka daus dan teman-temanpun pulang ketempat masing-masing, singkat
cerita ujian terkahirpun akan di ikuti oleh firdaus dan teman-teman, maka
guru-gurupun sibuk memberikan soal-soal tahun lalu, tidak terkecuali istri
kepala sekolah, kebetulan dia juga mengajar disekolah tingkatan pertama negeri
di surian tepatnya di SMPN 1 nanggalo surian, maka beliau meminta kepada
teman-teman se profesi dengan beliau soal-soal tahun lalu sekaligus di isikan
langsung sebagai panduan untuk mencari jawaban ketika dibahas oleh kami, begitu
beliau bercerita pada kami saat sebagian soal sudah beliau berikan kepada kami,
pesan yang sering diulang-ulang oleh istri kepala sekolah itu kepada kami
adalah jangan gunakan sifat basi" yaitu basipakak(tidak menggubris setiap
apa yang disampaikan oleh guru), basimada (nakal), basibanak(mencemoohkan
nasihat orang lain), hingga sekarang masih belum ingatan dalam pikiran daus.
Pada hari pertama menjelang ujian nasional (UAN) daus dan teman-teman
sibuk membahas soal yang telah dikasih oleh guru-guru yang mengjar, ketika
belajar itu tidak sedikit teman-teman yang mencemooh, bilangnya "so'
rajin",
kalian tahu tidak nilai kita sudah ada tidak perlu dipikirkan lagi, capek-caoek
belajar mematahkan semangat kami belajar tetapi kami tidak menghiraukannya
dan akhirnya teman yang mengejek itu bosan sendiri lalu dia pergi Menonton,
besoknya teman yang mengejek tersebut malah ikut berdiskusi dengan kami
membahas soal, mungkin baru terasa sulitnya memnjawab soal karena tidak
belajar, kami heran juga rupanya dibalik kecemburuannya seseorang teman itu,
ada keinginan yang memotivasinya utuk mengakui akan ketekuanan kami, setelah
beberapa hari selesai ujian hati kami merasa lega karena sudah mulai berkurang
beratnya beban yang dipikul dalam bentuk perasaaan was-was, namun yang namanya
manusia tidak akan pernah merasa tenang, sebelum mendengar kata lulus atau
tidak, dua minggu kami menunggu hasil ujian itupun kami, Insya allah di sambung pada kesempatan lain
0 komentar:
Posting Komentar