3/06/2012

BACA DULU INI BARU ANDA POLIGAMI

BAB I
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga dengan rahmat dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Kemudian salawat dan salam selalu penulis curahkan buat roh junjungan kita nabi besar Muhammad saw. Semoga kita mendapatkan syafa’at dari beliau kelak di hari kiamat.
Penulis juga berterima kasih kepada bapak dan ibu dosen yang senantiasa membimbing kami dalam mata kuliah “HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA.
Dan jug adi dalam paparan kami dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan-kekurangan, oleh sebab itu penulis senantiasa menerima kritikan dari saudara demi kesempurnaan makalah ini.


BAB II
POLIGAMI


A.    PENGERTIAN
Istilah poligami berasal dari bahasa Inggris “polygamy” dan disebut “ta’addadu azzaujati” dalam hukum islam yang berarti beristri lebih dari seorang wanita. Atau pria yang memiliki isteri lebih dari seorang wanita.
Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Pasal 3 ayat 1 UU No. 1/ 74. dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa undang-undang ini menganut asas monogamy. Namun islam yang lurus tidak melarang polygamy dan tidak juga membiarkannya bebas tanpa aturan akan tetapi Islam membatasi kebolehan poligami hanya sampai empat adil di antara para istri. Syarat-syarat ini ditemukan di dalam dua ayat poligami yaitu surat an-nisa’ ayat 3 dan ayat 129:

Kedua ayat tersebut di atas dengan  jelas menunjukkan bahwa asas perkawinan dalam Islam pun adalah monogamy, kebolehan poligami apabila syarat-syarat yang dapat menjamin keadilan suami kepada istri-istri terpenuhi. Dan keadilan ini menurut isyarat ayat 129 di atas terutama dalam hal membagi cinta tidak akan dilakukan namun demikian hukum Islam tidak menutup rapat-rapat pintu kemungkinan untuk melakukan poligami sepanjang persyaratan keadilan di antara istri dapat dipenuhi dengan baik dan bagaimana poligami dapat dilaksanakan manakala memang diperlukan dan tidak merugikan dan tidak terjadi kewenangan-wenangan terhadap istri. Dalam ayat 3 tampak jelas bahwa bolehnya poligami dan pembatasannya dengan empat orang datang dengan berbarengan kekhawatiran berlaku zhalim kepada perempuan yatim dan berkaitan dengan ayat yang mulia di atas terdapat banyak pendapat.
Jika disederhanakan pandangan normatif al-quran yang selanjutnya di adopsi oleh ulama-ulama fiqh setidaknya menjelaskan dua persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang suami yaitu:
Pertama seorang lelaki yang akan berpoligami harus memiliki kemampuan dana yang cukup untuk membiayai berbagai keperluan dengan bertambahnya istri yang dinikahi.
Kedua seorang lelaki harus memperlakukan semua isterinya dengan adil, tiap istri harus diperlakukan sama dalam memenuhi hak perkawinan serta hak-hak lain.
B.     Alasan poligami
Alasan-alasan  yang dapat dipedomani oleh pengadilan untuk dapat memberi izin poligami ditegaskan dalam pasal 4 ayat 2 undang-undang perkawinan yang berbunyi “ pengadilan dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
Istri tidak menjalankan kewajiban sebagai istri terdapat dalam pasal 4 ayat 2 di atas.
Apabila diperhatikan alasan-alasan tersebut di atas adalah mengacu kepada tujuan pokok perkawinan itu dilaksanakan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa atau dalam rumusan kompilasi  yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Jika ketiga hal tersebut di atas menimpa satu keluarga atau pasangan suami istri sudah barang tentu kemampuan dan kekosongan manis dan romantisnya kehidupan rumah tangga akan menerapanya misalnya istri tidak dapat menjalankan kewajiban ataupun suami tentu akan terjdi kepincangan yang mengganggu laju bahtera rumah tangga yang bersangkutan. Meskipun kebutuhan seksual hanyalah sebagian dari tujuan perkawinan namun ia akan mendatangkan pengaruh besar manakala tidak terpenuhi. Demikian juga dengan alasan yang kedua apabila istri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.


Abdurrahman setelah merangkum pendapat fuqha setidaknya ada 8 keadaan yang membolehkan poligami antara lain:
v  Istri mengidap suatu penyakit yang berbahaya dan sulit disembuhkan
v  Istri terbukti mandul dan dipastikan secara medis tak dapat melahirkan
v  Istri sakit ingatan
v  Istri lanjut usia sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai istri
v  Istri mingat dari rumah
v  Terjadi ledakan perempuan misalnya dengan sebab perang
v  Kebutuhan suami beristri dari satu.
Jelas syarat-syarat di atas sangat longgar dan memberikan keleluasaan yang cukup luas pada suami untuk memutuskan ia berpoligami atau tidaknya oleh karena itu untuk melakukan poligami di berikan persyaratan-persyaratan yang harus terpenuhi.
C.    Syarat-syarat poligami
Untuk berpoligami dalam pasal 5 UU perkawinan dijelaskan bahwasanya syarat-syarat yang harus dipenuhi:
1)      Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       adanya persetujuan istri atau istri-istri
b.      adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri dan anak-anak mereka
c.       adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri anak-anak mereka.
2)      Persetujuan yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri-istri tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.
Untuk membedakan persyaratan yang ad dalam pasal 4 dan pasal 5, padal 4 disebut dengan persyaratan alternatif artinya salah satu hraus ada untuk dapat mengajukan permohonan poligami. Sedangkan pasal 5 adalah persyaratan komulatif di mana seluruhnya harus dapat dipenuhi suami yang akan melakukan poligami.
Pasal 42 PP No. 9 tahun 1975:
1.      Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada pasal 40 dan 41 pengadilan harus memanggil dan mendengar istri yang bersangkutan.
2.      pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampirannya.
Pasal 43 PP No. 9 tahun 1975:
“apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristri lebih dari seorang.
Pasal 44 PP No. 9 tahun 1975:
Pegawai pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan yang akan beristri dari seorang sebelum adanya izin pengadilan seperti yang dimaksud dalam pasal 43 PP No. 9 tahun 1975.
Pada dasarnya pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan (pasal 3 ayat 2 undang-undang No. 1 tahun 1974.
Dalam Bab IX pasal 56 KHI:
1.      suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama.
2.      pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat 1 dilakukan menurut tata cara sebagaimana di atur dalam Bab VIII peraturan pemerintah No. 9/1975.
3.      perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua ketiga, atau keempat tanpa izin dari pengadilan agama tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57 KHI menyatakan
Pengadilan agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a.       istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
b.      istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
c.       Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam hal ini tidak mau memberikan persetujuan dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alasan pasal 55 ayat 2 dan 57, pengadilan agama dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di pengadilan agama dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat pengajuan banding atau kasasi (pasal 59 KHI)
D.    Hikmah Polygamy
Berpoligami ini bukan wajib  dan bukan Sunnah tetapi oleh Islam  dibolehkan. Karena tuntutan dan pembangunan dan pentingnya perbaikan tidak patut diabaikan oleh pembuat undang-undang dan dikesampingkan.
Hikmahnya antara lain :
v  Merupakan karunia ah dan rahmat NYA  kepada manusia membolehkan adanya poligami dan membataskan sampai empat saja.
v  Karena itu maka Islam sebagai agama kemanusiaan yang luhur mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melaksanakan pembangunan itu dan menyampaikan kepada seluruh manusia
v  Negara merupakan pendukung agama, di mana ia seringkali menghadapi bahaya peperangan hingga penduduknya  yang meninggal. Oleh karena itu harus ada badan yang memperhatikan janda-janda para syuhada’         
v  Kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar daripada perempuan
v  Adakalanya karna istri madul atau menderita sakit yang tak ada harapan sembuhnya, sedangkan suami masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup bersuami istri, suami ingin mempunyai anak-anak sehat lagi pintar dan seorang  istri dapat mengurus keperluan rumah tangganya.
v  Ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual besar yang tidak puas dengan istrinya saja.
v  Dengan adanya sistem poligami dan melaksanakan ketentuan poligami ini dalam Islam merupakan karunia besar bagi kelestarian Nya yang jauh dari perbuatan-perbuatan social yang kotor dan akhlak yang rendah dalam masyarakat yang mengakui poligami
Al-jurjani dalam kitabnya Hikmah al-tasyri’  wa falsafatuhu menjelaskan ada beberapa hikmah yang terkandung dalam poligami :
a.       Kebolehan poligami yang dibatasi sampai empat orang menunjukkan bahwa manusia sebenarnya terdiri dari empat campuran dalam tubuhnya jadi pantaslah laki-laki beristri empat.
b.      Batasan empat juga sesuai dengan empat jenis mata pencaharian laki-laki  pemerintah, perdagangan, pertanian, industri.
c.       Bagi seorang suami yang memiliki empat orang istri berarti ia mempunyai waktu senggang tiga hari dan dan merupakan waktu yang cukup untuk mencurahkan kasih sayang    

Masa iddah atau masa tunggu
a.      pengertian iddah
iddah adalah bahasa arab  yang berasal dari kata adda ya’uddu-‘idatan dan jamaknya adalah ‘idad yang secara arti kata berarti “menghitung” atu “hitungan].
Kata ini digunakan untukmaksud iddah karena dalam masa itu si perempuan  yang ber-iddah menunggu berlalu waktu.
Bagi seorang istri yang putus perkawinannya dari suaminya, berlaku baginya waktu tunggu atau masa ‘iddah kecuali apabila seorang istri dicerai suaminya sebelum berhubungan baik karena kematian,perceraian, atau atas keputusan pengadilan.
Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dituangkan dalam pasal 11:
1.      bagi seorang wanita yang putus pewrkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
2.      tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat 1 akan diatur dalam perarturan pemerintah lebih lanjut.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 masalah ini dijelaskan dalam abab VII pasal 39 sementara dalam kompilasi hukum Islam dijelaskan pada pasal 153,154, dan 155, pasal 153 ayat (1) kompilasi menyatakan: bagi seorang istri yang qabla al-duhul dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.” (lihat pasal 39 PP Nomor 9 tahun 1975). Ini didasarkan pada firman Allah dalam srat al-ahzab, 33:49.
Adapun macam-macam iddah dapat diidentifikasi sebagi berikut:
a.       Putus perkawinan karena ditinggal mati suami
Pasal 39 ayat (1) huruf a, PP No.9/1975 menjelaskan : apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari. Ketentuan ini dalam kompilasi diatur dalam pasal 153 ayat (2) huruf a. bedanya dalam kompilasi menrincinya, yaitu walaupun qabla-al-dukhul. Ini didasarkan kepada QS.al-bakarah, 2:234:

0 komentar: