6/05/2011
TINGGINYA NILAI SEBUAH SYMBOL
Oleh FIRDAUS BIN MUSA
Dulu aku aku tidak begitu ambil pusing sebuah nama yang namanya symbol, sebab symbol hanyalah sebuah lambang yang tidak menjadi bahan pertanyaan diakhirat terhadap muslim, itu anggapanku sebelumnya, namun ternyata symbol itulah yang menjadi titik tolak perjuanganku sekarang. Tak tahu kenapa tiba-tiba saja aku ingin menegakkan sebuah symbol yang namanya bendera al-liwa’ dan ar-royaa’, sebelum saya jelaskan apa itu alliwa’ dan apa itu ar-raya’ terlebih dahulu saya mengangkat wacana tentang sebuah symbol yang sekarang sudah tidak lagi dipahami oleh seorang muslim sebagai identitas terpenting.
Jilbab dan pakaian menutup aurat, kata-kata jilbab dan pakaian menutup aurat sengaja saya penggal lantaran masyarakat Indonesia masih memahami bahwa jilbab itu sesuatu yang ganya penutup kepala saja, bukan penutup aurat secara keseluruhan. Ya itulah pembahasan pertama yang akan saya angkat, sebagai seorang muslim dan muslimah, kita harus memahami jilbab sebagai identitas muslimah, dengan memakai jilbab terlihatlah bahwa mereka pantas disebut muslimah, tahu kenapa sebab yang berani memakai jilbab hanya muslimah yang punya ketundukan luar biasa yang mampu, ada pertanyaan bahwa orang munafik dan kafirpun banyak kok yang memakai jilbab, kenapa mereka tidak punya ketundukan kepada allah buktinya mereka masih tetap dalam agama dan kemunafikan mereka, tunggu dulu !
Tahukah anda, nahwa muslimah yang memakai jibab dengan penuh ketundukan sangat jauh berbeda dengan orang yang tidak didasari ketundukan, pertama orang yang tidak punya ketundukan ia hanya memakai jilbab jika takut dilihat orang sebagai perempuan yang punya cacat dikepalanya, kedua ia memakai jilbab untuk menghindari celaan dari manusia saja, ketiga ia hanya memakai jilbab hanya sekedar trend, ke empat ia akan memakai jilbab dengan gaya dan harga yang sangat mahal karena dalam pikirannya, bagaimana ia dianggap sempurna dimata orang lain (mengharap sanjungan ahar dianggap sudah cantik sholehah lagi), keenam ia memakai jilbab hanya dalam waktu2 tertentu saja (ketika akan masuk mesjid, hari raya, atau ketika banyak kutu dikepalanya ) dan masih banyak lagi kekeliruan wanita muslim yang tujuan mereka memakai jilbab, berbeda dengan muslimah atau wanita sholehah ia memakai jilbab pertama, didasari karena ini perintah allah swt, bukan karena perintah atasan, atau institusi, dia akan memelihara identitas jilbabnya dengan prilaku kesehariannya, sebab dalam pandangan saya secara pribadi wanita sholehah jilbabnya itu menjadi pengontrol buat dia untuk berprilaku, meskipun tidak bisa dihubung-hubungkan, Karena akhlak baik dipengaruhi oleh keyakinan, dan pemikirannya bila pemikiran dan keyakinan itu islami maka otomatis akhlakpun islami, tapi sebaliknya keyakinan sudah islami namun pemikiran dipengaruhi oleh pemikiran tidak islami (komunis, dan sekuleris) niscaya akhlaknyapun tidak akan islamis.
Contoh lain, seorang mahasiswa akan merasa bangga memakai lambang sekolah tertentu (unand, unp, itb, iu, dan lain-lain), akan tetapi mereka merasa minder dengan lambang IAIN, STAIN, Madrasah Aliyyah, tsanawiyah, dan MIN, hal ini kalau saya ambil analisa berdasarkan analisa jilbab tadi juga bisa dikaitkan, dimana rasa minder terhadap symbol ini akibat kesekuleren mahasiswa, yang tidak lagi percaya bahwa allah telah menentukan dimana kita akan bekerja dan jadi apa setelah ini, sebab ia merasa dengan sekolah atau kuliah diperguruan ahama hanya akan menambah angka pengangguran, padahal buktinya malah yang sekolah non agamalah yang telah mendominasi dalam hal pengangguran, karena imeg masyarakat sudah menganggap sekolah agama banyak yang menganggur akhirnya ya itulah cat yang didapat disekolah agama sampai sekarang, dan tugas mahasiswalah untuk mengembalikan imeg tersebut balik sebagai mana idealnya dan muali sekarang coba mulai beranjal berfikir bahwa saya sekolah dan kuliah di sekolah atau perguruan tinggi agama tidak lagi sekedar pelarian setelah tidak diterima disekolah umum (sebenarnya memisahkan sebutan sekolah umum dan sekolah agama itu juga ungkapan sekuler)
Saya mengajak mahasiswa islam (kuliah dan mendalami ilmu keislaman di perguruan tinggi islam) seperti imeg masyarakat minangkabau terhadap sebutan Honda pada setiap motor, padahal kata Honda itu adalah produk sebuah perusahaan sepeda motor, caranya adalah istiqamah kita dengan identitas kita disaat kapanpun, dan dimanapun? Berjilbab dimanapun dan kapanpun, mencari nafkah dengan penuh kejujuran yang halalan thoyiibah, tidak menjual agama demi sebuah tahta dan harta, tidak pacaran (karena islam ada aturan system pergaulan), tdak korupsi, kolusi, dan nepotisme, tidak ikut dalam kegiatan riba, tidak menghalalkan cara unyuk memperoleh sesuatu, tidak membicarakan aib orang lain, tidak mendukung demokrasi, tidak meniombongkan diri pada sesame manusia lebih-lebih pada allah swt, sholatnya tidak pernah tinggal, dakwah penyuaraan syari’ah dan khilafahnya selalu aktif, infaknya bukan karena ada yang berlebih dari sisa belanja atau memberikan pakaian yang kita anggap hanya layak dipakai buat orang miskin, dan lain-lain.
Berbicara symbol ar-roya dan al-liwa’ adalah sebuah symbol bendera islam disaat peperangan dan damai
Diposting oleh FIRDAUS BIN MUSA di 19.55
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar