1. Dakwah dengan cara yang buruk karena membuat umat tidak percaya dengan pemerintah.
1/13/2015
ADA YANG BERPANDANGAN HTI PENYEBAR FITNAH
HTI
yang menyebar bulletin yang isinya mengkritik pemerintah itu :
1. Dakwah dengan cara yang buruk karena membuat umat tidak percaya dengan pemerintah.
1. Dakwah dengan cara yang buruk karena membuat umat tidak percaya dengan pemerintah.
2. Menasihati
penguasa itu ya temui langsung (di depan penguasa), bukan berbicara buruk di
belakang penguasa. Itu namanya ghibah.
Komentar :
Yang
dilakukan HTI itu tidak hanya menyebar bulletin. Kami juga mendatangi para
tokoh pemerintahan satu-satu. Ada yang langsung mengusir kami. Ada yang mau
menerima kami. Dan banyak yang mau menerima kami tetapi tidak mau diexpose.
Lagi pula, bulletin Jum'at di masjid itu sasarannya memang bukan pemerintah,
tetapi ummat. Penguasa itu hanya percaya diri selama mereka merasa ummat ada di
belakangnya. Tetapi bila ummat menarik kepercayaannya, maka penguasa itu akan
kehilangan juga rasa percaya dirinya. Contoh: Soeharto tahun 1998.
Apakah
Rasul cuma menasehati para penguasa Mekkah, terus karena mereka inkar, terus
sudah? Tidak kan? Rasul terus melakukan dakwah untuk memutus mafahami, maqayis
dan qana'ah rakyat terhadap sistem yang berkuasa atas mereka. Rasul
menyampaikan ke ummat ayat-ayat yang mengkritik kebobrokan yang terjadi, apakah
itu soal kemusyrikan, soal anak perempuan yang dikubur hidup-hidup, soal
mengurangi timbangan, soal ashobiyah, dsb.
Menasehati
siapapun selamanya harus menempuh cara yang baik, tidak boleh pakai cara yang
buruk. Menyebar buletin di masjid untuk mengungkap pengkhianatan pemerintah
pada rakyatnya, itu sangat baik, kalau faktanya memang demikian. Rasulullah pun
mengatakan, "Afdholul Jihad kalimatul haq inda sulthonin ja'irin".
Dan kalau ummat menunjukkan sikap terbuka bahwa mereka tidak ridho pada
kebijakan pemerintah, maka pemerintah akan berpikir ulang. Ini dakwah yang
pernah terjadi di masa shahabat, khususnya di masa Umar. Waktu itu ada seorang
wanita yang protes terbuka atas kebijakan Umar membatasi besarnya mahar. Dan
tidak ada shahabat yang keberatan atas methode ini, sehingga ini menjadi ijma'.
Yang penting: tidak boleh ada fitnah, dan apa yang disampaikan itu berdasarkan
data yang akurat.
Ketika
Rasulullah berdakwah di Makkahpun, dia tidak hanya bicara di depan penguasa
Makkah saat itu (yaitu Abu Jahal, Abu Sufyan atau Walid al Mughirah). Dia juga
bicara pada rakyat jelata Makkah (yang menurut istilah Anda: di belakang
penguasa). Dakwah Islam tidak hanya dakwah tentang sosok penguasa, tetapi
tentang sistem yang dipakai berkuasa. Harapannya: rakyat diajak menyadari,
bahwa mereka selama ini diatur dengan sistem yang tidak berasal dari Allah.
Bila mereka makin mantap bahwa haram diperintah oleh sistem dari selain Allah,
maka mereka akan bara' (berlepas diri, dan tidak mendukung) sistem yang rusak
tersebut. Bila arus ini akhirnya sampai pada para pemilik kekuatan yang
menentukan arah politik, maka dengan sendirinya sistem itu akan berubah. Di
dunia ini banyak contoh, di mana penguasanya tetap, tetapi sistemnya berubah.
Sebaliknya, pada sistem demokrasi selama ini, penguasanya berubah, tetapi sistemnya
tetap, dan tetap zhalim. by Ustadz Farid Ma'ruf Keterangan
: Komentar diambil dari komentar2 Ust. Fahmi Amhar di statusnya.
Diposting oleh FIRDAUS BIN MUSA di 02.02
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar